Jumat, 03 Juni 2011

FOREIGN DIRECT INVESTMENT PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG

Diukur dari upaya peningkatan transparansi partisipan, perkembangan masyarakat publik dalam investasi internasional, dan peningkatan akses investor swasta untuk investasi asing, Prosedural yang terdapat dalam peraturan yang berkaitan dengan Penanaman Modal Asing yang bersifat langsung (Selanjutnya disebut PMA) sangat berbeda jika dibandingkan antara masa ini dengan dekade terakhir sebelumnya.

Upaya yang yang memungkinkan dilakukan oleh negara yang berdaulat untuk mempertahankan produk peraturan PMA di bawah suatu hukum internasional yang membudaya dan perkembangan terbaru mengenai perlindungan hak-hak investor asing merupakan tantangan yang terdapat dalam dunia PMA yang dinamis. Perkembangan hak investor untuk berpartisipasi dalam rezim globalisasi dengan adanya kedaulatan negara untuk melindungi kepentingan domestik dari urgensi PMA adalah tantangan tersendiri.


Suatu hal yang penting adalah kebutuhan terhadap undang-undang investasi internasional untuk mengatasi konflik yang timbul dari ketegangan antara kedaulatan negara dan liberalisasi investasi dengan cara yang berprinsip, transparan, dan dapat dilaksanakan. Negara mengakomodasi perlakuan yang sama terhadap investor asing; sedangkan melestarikan sumber daya alam dan kepentingan publik lainnya merupakan penyeimbangan yang dilakukan tuan rumah.

Konflik antara kepentingan negara dan investor muncul secara signifikan dan kompatibel. Negara berdaulat tertarik tidak hanya dalam mengatur PMA dengan alasan kebijakan publik, tetapi juga menghindari penerbangan modal investor dari negara-negara yang dimana terhadap peraturan tersebut investor tidak dapat mempertimbangkan dengan jelas, adanya kesewenang-wenangan, atau berubah-ubah (ketidakpastian hukum).

Keputusan investasi yang sehat merupakan keputusan yang tidak tunduk pada regulasi PMA yang stabil. Alternatif terbaik adalah produk regulasi yang berkelanjutan dari waktu ke waktu. Untuk menjadi aman, peraturan yang mengatur PMA perlu tidak hanya stabil, tetapi juga peka terhadap perubahan sosial, budaya dan ekonomi.

PENANAMAN MODAL ASING
Penanaman modal asing biasanya terjadi ketika sebuah badan, biasanya badan hukum perseroan terbatas, dari suatu negara asal melakukan kegiatan investasi secara fisik (dalam hal ini terlihat secara langsung) ke negara lain yang menjadi negara tuan rumah. Kegiatan investasi secara fisik ini biasanya merupakan jenis kegiatan investasi membangun sebuah pabrik, permesinan, peralatan kerja, atau aset perusahaan yang berhubungan dengan modal. Adapun penanaman modal asing dibedakan dari penanaman modal asing secara langsung dan tidak langsung. Penanaman modal asing secara langsung merupakan investasi yang bersifat fisik, dimana berbeda dengan indirect investment, yang merupakan investasi portofolio oleh perusahaan asing terhadap perusahaan lokal. Lingkup PMA juga diperluas dalam beberapa dekade terakhir yang termasuk didalamnya pembelian dari suatu kepentingan manajemen dalam suatu korporasi atau perusahaan di luar negara asal perusahaan investasi. Investasi langsung seperti ini merupakan praktek korporasi mengakuisisi perusahaan asing langsung, membangun fasilitas, membuat investasi dalam usaha patungan, atau membentuk aliansi strategis dengan korporasi lokal, seperti melalui lisensi teknologi dan intelektual property.

Kesiapan berbagai negara bangsa, secara kehati-hatian, mendorong PMA dalam rangka menumbuhkan perekonomian domestik mereka adalah kunci untuk liberalisasi. PMA diperoleh dari liberalisasi domestik, regional, dan kebijakan perdagangan global, pengurangan hambatan tarif, pembatasan dan pelonggaran baik terhadap investasi asing dan akuisisi, deregulasi dan privatisasi industri. Terhadap hasil dari PMA ini mencakup inovasi dalam kerangka peraturan yang mengatur investasi di perusahaan-perusahaan dan pasar modal sehingga semakin luas dan komplex serta lebih beragam struktur investasi. Pekembangan PMA memiliki dampak terhadap adanya teknologi baru, kemajuan dalam komunikasi global, dan perkembangan dalam pengelolaan investasi asing.

Pada masa ini, bagian penting dari PMA diidentifikasi dengan merger dan acquisitions secara global. Akuisisi lintas batas tersebut muncul saat pengendalian aktiva dan operasi yang ditransfer dari lokal ke badan asing, atau sebaliknya. Akibatnya, perusahaan lokal menjadi afiliasi perusahaan asing, atau sebaliknya. Manfaat dari merger dan akuisisi termasuk keuntungan dari memperluas produktivitas di pasar luar negeri, pengurangan biaya produksi dan suplai, dan meningkatkan efisiensi operasional usaha. Kesalahan merger dan akuisisi timbul ketika badan usaha domestik tidak dapat bersaing secara efektif melawan merger atau akuisisi terhadapnya. PMA juga mencakup berbagai peluang investasi yang berkembang, seperti lisensi dan transfer teknologi, distribusi timbal balik perjanjian, dan manajemen portofolio internasional.

“Greenfield” merupakan investasi langsung di fasilitas baru atau pengambilalihan yang fasilitas yang telah ada. Sebagai promotor dalam penelitian dan pengembangan di negara tuan rumah dan fasilitator hubungan dengan pasar investasi global. Resiko bagi tuan rumah adalah bahwa investasi greenfield dapat mengurangi pangsa pasar dari pesaing domestik yang tidak dapat beroperasi secara efisien atau yang menghasilkan produk atau jasa berkualitas rendah. Keuntungan dari investasi greenfield mungkin juga disalurkan dari negara-negara tuan rumah ke negara asal investor. Risiko seperti ini adalah endemik untuk PMA secara umum.

KEDAULATAN NEGARA DAN
PENANAMAN MOAL ASING
Adalah suatu hal yang wajar bagi suatu negara untuk melakukan tindakan keberhati-hatian dalam mengijinkan perusahaan asing membangun perusahaan menguntungkan di tanah negara tersebut ketika arus keluar modal mungkin melebihi arus masuk. Meskipun PMA memiliki kemampuan untuk membangun negara dengan infrastruktur yang diperlukan dan kemampuan untuk mengembangkan ekonomi, PMA juga dapat mengganggu perekonomian domestik dan mengancam investor lokal. Sehingga, negara perlu selektif untuk melindungi industri lokal dari persaingan asing melalui kebijakan dasar publik. Penilaian terhadap PMA termasukpelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Pengaturan oleh pihak yang berdaulat terhadap PMA terlihat dari arah dan tujuan undang-undang perdagangan dan investasi, administrasi peraturan, dan prosedur yang mengatur investasi. Oleh karena adanya suatu kepentingan kemanan yang esensi, negara melakukan identifikasi dan pembentukan lembaga-lembaga dan prosedural yang ditetapkan untuk melindungi investor, mendirikan peraturan untuk membatasi proses klaim investor asing dan menjaga kepentingan pengusaha domestik.

PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING
Secara teori, liberalisasi investasi tidak hanya akan menguntungkan investor asing, tetapi juga harus membantu permodalan domestik ekonomi yang berasal dari investasi asing. PMA, sebagai sarana menghasilkan pendapatan dalam negeri, juga dapat berfungsi sebagai sarana yang efektif yang digunakan sebagai media aplikasi pendapat dalam negeri tersebut menjadi ekonomi negara, sosial, dan infrastruktur politik. Terhadap sektor-sektor PMA yang dilindungi, negara dapat mendorong dalam sektor yang dipersyaratkan untuk diusahakan. Pengaturan PMA secara strategis dalam jangka pendek, berarti juga negara menstabilkan dampak ekonomi dalam jangka panjang, termasuk untuk kepentingan investor asing.

Adanya dua pandangan dalam pengaturan PMA. Beberapa negara dapat menerapkan praktek peraturan mereka tidak adil, melekatkan hak istimewa konstituen negara dengan mengorbankan yang kurang beruntung, terlepas dari apakah mereka secara terbuka menyatakan komitmen mereka untuk tunduk pada standar hukum internasional. Negara yang awalnya membentuk produk hukum investasi yang menarik investor asing, dikemudian hari dapat mengambilalih PMA melalui nasionalisasi dan pengambilalihan tanpa proses hukum(perampasan). Dalam perampasan PMA dengan alasan kebijakan publik, negara dapat mengecewakan ekspektasi yang wajar dari investor asing dengan cara menyangkal perlindungan hak-hak kepemilikan yang sah melalui pernyataan PMA yang dilakukan sebagai “pencurian” dari sumber daya nasional, negara secara sah melakukan “penyitaan” terhadap investasi asing. Hal ini merupakan pemaparan penyalahgunaan kekuasaan negara berdaulat sebagai bagian dalam regulasi PMA.

PERATURAN INTERNASIONAL PENANAMAN MODAL ASING
Sebuah era baru liberalisasi perdagangan dan investasi ditandai dengan adanya Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) yang bertujuan untuk mengurangi hambatan proteksionis dan untuk mengarahkan liberalisasi perdagangan dan investment. Adopsi terhadap resolusi untuk Pembangunan Ekonomi di mana mereka “mendesak” negara-negara anggota untuk menyimpulkan perjanjian investasi bilateral.

WTO, WTO merupakan sebuah mekanisme global perdagangan secara umum untuk liberalisasi investasi. Perlawanan dari negara berkembang untuk liberalisasi PMA adalah perlindungan secara resmi kedaulatan “permanen negara atas sumber daya alam” dan nasionalisasi sanksi, pengambilalihan atau requisitioning ‘”pada” dasar atau alasan utilitas umum, keamanan atau kepentingan nasional yang diakui sebagai kepentingan diatas kepentingan individu atau swasta. Adanya dua gerakan perlawanan meluas oleh WTO untuk liberalisasi investasi internasional: yang pertama adalah selektif liberalisasi PMA oleh WTO, dan yang kedua adalah liberalisasi PMA oleh anggota individu WTO.

Liberalisasi Bertahap, Tiga tambahan perjanjian internasional yang berkaitan dengan investasi juga dtambahkan. Persetujuan Umum tentang Perdagangan Jasa (GATS) berhubungan dengan layanan yang terkait dengan perdagangan termasuk, antara lain, investasi jasa. Persetujuan Perdagangan Terkait Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS) dikenakan kewajiban bagi negara untuk melindungi hak kekayaan intelektual, termasuk dalam kaitannya dengan PMA. Akhirnya, Perjanjian Subsidi dan Tindakan Countervailing diatur pemerintah memberikan manfaat dan pilihan atas larangan dan tindakan pemulihan.

Perdagangan Bebas dan Perjanjian Investasi Bilateral, Negara berkembang yang secara kolektif menolak liberalisasi internasional investasi melalui WTO dan PBB kadang-kadang telah dipilih mengejar kemitraan perdagangan dan investasi, termasuk dengan negara-negara berkembang. Sebuah ketegangan tidak dapat dihindari telah berkembang antara kepentingan umum negara berkembang tidak untuk meliberalisasi FDI melalui WTO dan kepentingan dengan negara-negara berkembang. Akibatnya, negara-negara berkembang harus mempertimbangkan kebutuhan mereka untuk mempertahankan kesetiaan mereka kepada perjanjian WTO, sementara mengejar strategis investasi perjanjian dengan negara-negara seperti Amerika Serikat dan regional entitas seperti Uni Eropa.

Upaya Awal Liberalisasi, Sebelum dan sesudah Perang Dunia II dalam dunia liberalisasi investasi internasional adalah perkembangan berbagai perjanjian dengan kedok perjanjian persahabatan, perdagangan, dan navigasi.

Free Trade and Bilateral Investment Agreements in Operation (FTA & BIT) ; Bit dan FTA dibedakan satu sama lain oleh atribut varietas, kekuatan ekonomi yang tidak merata dari anggota, variabel yang berkaitan dengan pendefinisian “investor,” “investasi,” “aset,” dan “perusahaan”, dan perbedaan standar penanganan untuk “investor” dan “investasi.” Bit dan FTA juga menggunakan mekanisme yang berbeda untuk menyelesaikan sengketa. BITS menyediakan dua mekanisme utama untuk penyelesaian sengketa investor-negara melalui arbitrase investasi, atau bisa juga, dengan mengajukan sengketa ke pengadilan negeri tuan rumah.

Ketentuan yang paling sering diucapkan dalam Bit dan FTA berhubungan dengan pengambilalihan. Beberapa ketentuan tersebut mencakup persyaratan bahwa pihak penandatangan setuju untuk tidak mengambil alih PMA sebagai tindakan yang diadopsi adalah tidak diskriminatif; para pihak menerapkannya untuk kepentingan umum, memperlakukan investor sesuai dengan proses hukum, dan negara membuat pembayaran cepat, adil , dan memadai berupa kompensasi dalam konsekuensi dari pengambilalihan yang sah.

Selain itu, BITS-FTA memberikan formula mekanisme yang berbeda dalam penyelesaian sengketa negara dan investor. Menetapkan bagi penyelesaian sengketa investor-negara dengan
pengadilan investasi biasanya mengandalkan berbagai derajat di ICSID, Fasilitas ICSID Tambahan, atau Rules. Mekanisme UNCITRAL ini yang memberikan penyelesaian sengketa investor-negara yang dibedakan secara khas dalam dua hal penting. Pertama, mereka menyimpang dari hukum kebiasaan internasional oleh negara sebagai pihak investasi internasional. Kedua, mereka telah menghasilkan yurisprudensi ad hoc yang tumbuh pada hukum penanaman modal, sementara tidak memiliki kekuatan mengikat dari preseden hukum umum, telah ditambahkan ke juris opinio internasional tentang Hukum Investasi.

REGULASI PENYELESAIAN SENGKETA INVESTASI INTERNASIONAL
Penyelesaian Sengketa Negara-Investor; Negara tuan rumah memiliki dan menemukan cara yang berbeda untuk mengatur investasi asing oleh investor baik sebagai perusahaan multinasional dan individu asing. Berbagai masalah timbul berkaitan dengan pilihan investor swasta dalam merespon tindakan negara melakukan penyitaan aset investor atau Bagaimana mungkin tindakan itu terjadi, dan apa konsekuensi hukumnya.

Pilihan; Berbagai metode menyelesaikan sengketa investasi telah dipertimbangkan pada tingkat yang berbeda diantaranya Negara dapat terlibat dalam tindakan diplomatik, dan jika tindakan diplomatik gagal, dapat dilanjutkan kepada Pengadilan Internasional, dengan resolusi sengketa banding WTO proses, dibawah perjanjian investasi yang spesifik seperti TRIMs Agreement. Sebuah tindakan lain bagi investor asing untuk bertindak atas nama merekayaitu membawa klaim terhadap negara tuan rumah terhadap pengadilan negeri. Pilihan lain adalah investor asing membawa klaim terhadap pengadilan investasi yang dibentuk oleh BIT atau FTA. Fungsi lembaga di luar lingkup negara tuan rumah, ditetapkan di bawah hukum khusus seperti UNCITRAL dan Aturan ICSID Convention. Masing-masing memiliki mekanisme sendiri untuk resolusi sengketa dan juga memiliki aturan tersendiri dan prosedur yang mengatur pengangkatan anggota pengadilan dan pelaksanaan Setiap pengadilan. Juga dapat menunjuk pengadilan investasi khusus yang dimana keputusan yang dihasilkan mengikat para pihak dan berlaku secara hukum.

Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri-Investor?; Sebuah ketegangan yang mendasari ada antara mengajukan sengketa investasi ke pengadilan negeri atau pengadilan investasi internasional. Didasari ketidakpercayaan prosedur arbitrase internasional; keprihatinan atas aplikasi hukum investasi yang tidak konsisten dengan hukum dalam negeri; dan konflik dengan kepentingan lokal, praktek di masa lalu, dan kemanfaatan komersial. Di sisi lain, negara khawatir bahwa pengadilan asing melaksanakan yurisdiksi mungkin mendukung kepentingan lokal atas investor daripada negara-negara berkembang

Lembaga Resolusi Sengketa

Peraturan melalui WTO; Landasan mekanisme resolusi sengketa WTO terletak pada Ketentuan dan Tata Cara Penyelesaian Pemerintahan Sengketa (DSU). Terdiri dari sistem aturan terikat penyelesaian perselisihan yang dimaksudkan untuk berlaku bagi semua sengketa yang tejadi di bawah naungan dan diwujudkan perusahaan. Perjanjian yang merupakan DSU ini meliputi Perdagangan Multilateral Perjanjian yang ditandatangani oleh semua anggota WTO, dan Plurilateral Persetujuan Perdagangan, yang ditandatangani oleh beberapa angota.

Investor-Peraturan Pemerintah; Ada tiga fasilitas arbitrase utama yang digunakan untuk menyelesaikan investasi internasional sengketa antara investor swasta dan negara: Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan Investasi antara Negara dan Warga Negara Lain, ICSID Tambahan Fasilitas, dan UNCITRAL.

The ICSID; ICSID tidak hanya menyediakan legitimasi multilateral dalam penyelesaian sengketa investasi, tetapi juga berfungsi sebagai penyelesaian perselisihan protokol yang menyatakan dapat menggabungkan ke mereka BITS tanpa harus bergantung pada pengadilan negeri negara lain untuk menyelesaikan FDI disputes. arbitrase ICSID yang banyak digunakan dan dimasukkan melalui referensi dalam berbagai perjanjian investasi regional dan bilateral. Arbitrase ICSID juga ditambahkan ke dalam yurisprudensi hukum internasional investasi, seperti dengan memperluas arti “Pemerintah mengambil” untuk memasukkan “mengambil” oleh perjanjian.

Fasilitas Tambahan ICSID; Fasilitas ICSID Tambahan didirikan untuk menyediakan lebih efektif akses ke resolusi perselisihan ICSID regime. Fasilitas tambahan ICSID memiliki aturan yang berbeda dari ICSID, terutama untuk mengakomodasi perselisihan di mana baik negara tuan rumah atau negara bagian asal investor asing yang merupakan bukan anggota Konvensi.

Peraturan Arbitrase UNCITRAL; Tujuannya adalah untuk menyelaraskan dan menyatukan perdagangan hukum internasional. Berfungsi melalui kelompok kerja pada proyek-proyek tertentu, perusahaan Arbitrase Aturan adalah dirancang khusus untuk menyediakan negara-negara anggota dengan bersatu dan memerintahkan metode menengahi sengketa di bidang perdagangan dan investasi. kerangka prosedural untuk menyelesaikan arbitrase internasional secara luas diakui dan dimasukkan ke dalam berbagai perdagangan internasional dan perjanjian investasi antara negara. Aturan nya adalah juga mudah untuk mengadopsi dan dapat digunakan oleh pihak manapun termasuk non-negara pihak yang bukan anggota, atau berafiliasi dengan, setiap internasional association.

Keistimewaan; The ICSID, Fasilitas Tambahan ICSID, dan Arbitrase UNCITRAL masing-masing memiliki prosedur mereka sendiri khusus untuk menyelesaikan perselisihan investasi internasional. Apa yang mereka berlangsung pada menunjuk arbiter untuk menyelesaikan sengketa investasi, kebijaksanaan diberikan kepada arbitrator ditunjuk untuk mengelola proses, dan kemampuan untuk membuat penghargaan mengikat. Baik ICSID, Fasilitas aturan tambahan dan Aturan izin arbitrase UNCITRAL pengadilan untuk menetapkan perintah prosedural untuk mengatur pelaksanaan proceedings. Aturan ICSID Fasilitas tambahan, bagaimanapun, mengharuskan pengadilan menerapkan kesepakatan para pihak tentang prosedur matters.Sebagai perbedaan lebih lanjut, UNCITRAL Rules menyediakan untuk pemeriksaan rahasia kecuali para pihak menyepakati lain.

Sebuah FUNGSIONAL Atas Yurisprudensi
Masalah Hukum; Penentuan apakah “pengambilalihan de facto” merupakan praktek yang wajar dari kebijakan pemerintah, yang menimbulkan pertanyaan pragmatis tentang “mengapa,” “kapan,” “bagaimana,” dan “sejauh mana” pengambilalihan properti secara hukum diijinkan. Pada masalah ini, bukan apakah negara memiliki kekuatan untuk mengambil alih, tapi apakah “pengambilalihan” nya dari investasi asing tertentu adalah “masuk akal,” apakah investor asing dikenakan “proses yang adil,” dan apakah kompensasi yang dibayarkan, jika dibayar sama sekali, adalah “cukup.” Dalam perdebatan bukanlah apakah sebuah negara memiliki kekuatan untuk mengambil alih atau menasionalisasi harta, yang selalu memang memiliki, tetapi apakah pelaksanaan kekuasaan berdasarkan tanggung jawab yang timbul secara hukum atas negara untuk investors.

Batas Prosedur Kekuasaan Negara; Batas prosedural atas kekuasaan negara untuk mengatur PMA meliputi: apakah pengadilan telah menerapkan investor asing suatu standar penanganan yang berbeda dalam kasus-kasus serupa; alasan perlakuan yang berbeda, dan pembenaran terhadap perbedaan tersebut. Prinsipnya adalah penerapan standar tersebut dengan cara yang transparan, konsisten, dan adil. Persyaratan sesuai “perlakuan yang adil dan merata” kepada investor asing, termasuk apakah negara menghormati “ekspektasi yang wajar dari para investor,” dan “perlakuan yang adil dan merata.”

Perlakuan Yang Adil dan Merata;

Prinsip bahwa investor asing menerima “perlakuan yang adil dan merata” dari negara-negara tuan rumah merupakan konsep sentral dalam perlindungan investasi swasta di bawah hukum internasional. Konsep “perlakuan adil dan merata” merupakan suatu variasi tanggapan terhadap perbedaan perlakuan atas hukum yang berlaku, persaingan dalam negara yang berdaulat, dan variasi dalam kebijakan mengenai publik. Didasarkan pada kewajaran tindakan negara dan reaksi wajar investor asing atas tindakan tersebut. Termasuk di antara reaksi investor adalah sifat dan dampak dari representasi negara tuan rumah pada investor asing, tindakan pencegahan yang diambil oleh investor dalam melindungi hak-hak properti mereka, dan luasnya pelanggaran negara atas hak investor meskipun mereka melakukan tindakan pencegahan.

Ekspektasi Sah Yang Wajar

Perlakuan “adil” dan “seimbang” untuk investor asing termasuk perlindungan “ekspektasi yang sah.” Penentuan ini, pada gilirannya, tergantung pada sifat dan tingkat keparahan perubahan dalam pernyataan yang dibuat oleh negara, alasan lain atau disimpulkan untuk perubahan tersebut, dan efek merusak dari perubahan itu dalam negara representasi.

Pengadilan telah menggunakan langkah-langkah yang bertujuan menentukan apakah sebuah negara tuan rumah telah memperlakukan investor asing “tidak adil” dan bertentangan dengan “ekspektasi yang sah.”

Lingkup perlindungan Perjanjian tentang investasi asing terhadap perlakuan yang tidak adil dan tidak adil tidak dapat secara eksklusif ditentukan oleh motivasi subjektif investor asing ‘dan pertimbangan. harapan mereka, agar mereka dilindungi, harus naik ke tingkat legitimasi dan kewajaran terhadap hal yang bersangkutan

Dalam menentukan ekspektasi yang wajar dari investor asing, pengadilan investasi telah berusaha untuk menyeimbangkan kepentingan sah negara-negara tuan rumah ‘dalam menjalankan kekuasaan mereka terhadap harapan yang berlebihan dari investor. Pengadilan juga telah melakukan perhitungan terhadap perubahan lingkungan hukum, ekonomi, dan sosial terlibat dalam penyeimbangan proses hukum. Sebagai contoh, sebuah pengadilan menyatakan bahwa investor asing tidak bisa layak untuk menerima perlakuan yang sama dari negara tuan rumah ketika mengalami perubahan material dalam kondisi ekonomi dan sosial dalam negara.

Batas Kekuasaan Substansial Negara

Pendekatan Berprinsip; Menentukan kebijakan, prinsip, dan standar yang mendasari pelaksanaan suatu negara “kekuasaan kebijakan” dan cara dimana kekuasaan diterapkan merupakan masalah substantif.

Penerapan Kekuasaan Kebijakan; Negara berdalih bahwa kekuasaan sebagai pembenaran utama untuk pengambilalihan investasi asing. Pada isu ini tidak hanya bahwa negara dapat melaksanakan kekuasaan mereka secara sewenang-wenang dan berlebihan, tetapi juga sejauh mana penerapam yang didasarkan pada norma-norma yang sudah ada sebelumnya. Sebagai contoh, sumber kekuatan negara bisa berada dalam moneter, pajak fiskal, atau otoritas pidana; alternatif, kewenangannya mungkin berdasarkan kewenangan yang dimilikinya atas kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial, dan keamanan lingkungan. Alasan untuk sebuah negara memutuskan menggunakan kekuasaan kebijakan yang mungkin timbul, antara lain, dari kebijakan ekonomi, kesejahteraan sosial, atau perlindungan lingkungan.

CHAPTER 11 OF THE NAFTA
Dengan tidak adanya suatu perjanjian multilateral yang berarti pada PMA, Bab 11 dari NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko telah berkembang menjadi bagian paling berpengaruh hukum investasi internasional.

Pemikiran Yang Mendasari Bab 11; Bab 11 berisi kendaraan utama untuk menyelesaikan sengketa investasi dengan NAFTA. Selain itu, Pasal 2022 dalam Bab 20 mendorong penggunaan arbitrase komersial internasional menyelesaikan sengketa NAFTA. Bab 11 melintasi kesenjangan antara liberalisasi PMA di bawah NAFTA dan kondisi dimana negara tuan rumah dapat mengharamkan investasi tersebut. Tidak seperti kebanyakan BITS, Bab 11 memberikan penanam modal dari pihak NAFTA pilihan untuk melanjutkan di bawah panji dari Bab 11 atau untuk menggunakan pengadilan negeri negara-negara tuan rumah. Investor dapat membuat pilihan antara arbitrase Bab 11 dan pengadilan negeri berdasarkan pelaksanaan dari negara tuan rumah, masalah dalam sengketa, durasi dan efisiensi biaya yang dirasakan, dan kewajaran untuk melanjutkan. Dalam memilih arbitrase di bawah Bab 11, investor dapat memilih modus khas dari arbitrase yang berbeda dari kedua arbitrase swasta tradisional maupun arbitrase publik antara negara. Pihak NAFTA dapat memohon langkah-langkah diplomatik terhadap negara-negara lain, termasuk di bawah Bab 20 dari NAFTA. Investor juga dapat mempergunakan arbitrase tradisional untuk menyelesaikan sengketa mereka, pilihan didukung oleh pasal 2020 NAFTA.

Menafsirkan Bab 11; Bab 11 proses mencerminkan pencabutan secara sadar kedaulatan oleh anggota NAFTA, sebagaimana yang termaktub dalam adopsi sistem sui generis penyelesaian sengketa tanpa induk yang jelas. Sebuah acara penyelesaian sengketa, Bab 11 arbitrase berbeda dari penggunaan baik ke pengadilan negeri dan arbitrasi pribadi. Tidak ada banding dari keputusan Bab 11 NAFTA. Para pihak dalam suatu sengketa investasi yang memiliki hak terbatas untuk meninjau penghargaan, seperti untuk memperbaiki kesalahan dalam review award. Sementara review lebih sempit dalam ruang lingkup aplikasi dari banding, pengkajian atas keputusan pengadilan di bawah Bab 11 sebelum pengadilan domestik pihak NAFTA adalah umum. pengadilan domestik biasanya menerapkan hukum tempat arbitrase. Mereka berbeda, bagaimanapun, di atas standar yang berlaku review, kebijaksanaan diperbolehkan diberikan pada Bab 11, dan alasan untuk mengubah atau meniadakan Bab 11.

Penanganan Standar dan Tindakan Yang Dipelukan; Chapter 11 NAFTA mengatur empat (4) standar yang diterapkan kepada investor NAFTA yaitu : Penanganan Nasional, Negara yYang Difavoritkan, Penanganan Standar, dan Standar Minimum Penanganan . Article 1105 mengatur penanganan “adil dan seimbang” untuk investor. Chapter 11 juga mengatur tindakan yang diperlukan oleh anggota NAFTA yang mungkin menyempitkan lingkup PMA, berupa larangan untuk jual beli valuta asing, memaksa investor untuk membeli produk dan jasa lokal, adanya standar minimum bahan local, permintaan untuk transfer teknologi, persyaratan level tertentu akan barang dan jasa, dan persyaratan suply barang dan jasa luar negeri dari lokal.

Pembatasan Kekuasaan Negara; Chapter 11 kontroversial dalam “pengambilalihan tidak langsung” dan “pengambilalihan secara paksa”. Disatu sisi, adanya pandangan bahwa dibatasi dalam regulasi pemerintah yang tidak diskriminatif dan masuk akal. Dalam kenyataannya juga pembatasan tertentu terhadap batas dari negara untuk bertindak demi kepentingan publik berdasarkan kedaulatan negara untuk mengambilalih secara paksa. Ketidaktepatan bahasa dalam Chapter 11untuk memaparkan pengambilalihan secara paksa dan kompensasi dan kekurangan akan klarifikasi terhadap kasus hukum membuat suatu keputusan yang kompleks dalam pengambilan keputusan untuk membentuk dan mengkonstitusikan legalitas dari pengambilalihan oleh negara.

PERATURAN INVESTASI ASING LANGSUNG: MASA LALU DAN MASA DEPAN
Refleksi; Sebuah kritik historis dari liberalisasi PMA adalah bahwa, terlepas dari negara berkembang, negara kaya berkembang dan investor perusahaan mereka mendominasi pasar global investasi, yang mengarah ke pengaturan FDI yang lebih berat kearah pihak kaya. Ekonomi dan politik negara-negara berkembang juga menemukan diri mereka berjalan di atas tali yang.ketat. Pada satu sisi, mereka perlu untuk menjamin standar penangan yang menguntungkan bagi investor luar negeri untuk meningkatkan ekspor modal dan menghasilkan pendapatan asing dalam iklim global ekonomi. Di sisi lain, mereka harus melindungi kepentingan domestik yang rentan dari pernyataan hak milik oleh asing investor dalam rangka untuk mempromosikan productivity. Mengingat berbagai kepentingan ekonomi, budaya, dan politik dalam peraturan PMA, negara-negara berkembang tidak mampu untuk sampai pada standar seragam yang digunakan untuk meliberalisasi PMA.

Keputusan pengadilan yang berbeda, pada gilirannya, dapat menyebabkan kebingungan batas-batas investor pelapor “harapan sah,” ragu kewajiban negara untuk membayar “cukup” kompensasi kepada investor asing, dan dissention kekuasaan untuk memaksakan hukuman measures. Masalah-masalah ini tampak dalam yurisprudensi sekitar Bab 11 dari NAFTA dan perbedaan antara investasi pengadilan atas definisi pengambilalihan sebuah, yang polisi kekuasaan negara, dan hak properti individu. Bahaya lebih lanjut bilateralism adalah ketakutan bahwa pengadilan domestik, melaksanakan judicial review keputusan pengadilan, akan racun FDI baik. Berbeda pengalaman dalam menyelesaikan konflik investasi dapat mengakibatkan wacana konstruktif sekitar arti dari konsep dasar seperti “pemerintah mengambil,” sifat hak properti, dan aplikasistandar internasional PMA untuk investor asing di kasus tertentu. Konstruksi yang berbeda dari pengambil-alihan “sah” dapat mengundang perdebatan parameter kedaulatan negara dan yang “masuk akal harapan” dari investor asing.

Kesimpulan; Bagian dari tugas ke depan adalah untuk membersihkan jalur yang sampai sekarang merupakan hambatan negara dari mencapai kesepakatan multilateral pada liberalisasi PMA tanpa masalah lebih dari kebutuhan fungsional untuk memperbaiki kekuatan berdaulat menyatakan lebih dari FDI, atau untuk menilai hak-hak prosedural dan substantif investor asing. FDI membutuhkan badan hukum investasi yang mengintegrasikan baik aturan investasi dan praktek investasi, yang menanggapi pelaksanaan kekuasaan negara, dan bahwa perjanjian perlindungan terhadap asing investor saat mengambil perhitungan yang memadai dari kepentingan tuan rumah negara.

Sebuah tantangan depan akan mendirikan politik yang berkelanjutan jalur menuju kesepakatan multilateral atas peraturan PMA. Kedaulatan negara digabungkan dengan ekonomi kepentingan diri sendiri merupakan senjata ampuh dalam pembentukan multilateral dan dalam memimpin untuk perselisihan antara negara-negara dalam terus-menerus perubahan ekonomi global. Jika negara harus bebas untuk merancang kebijakan yang berbeda terhadap investasi dalam mengekspresikan kekuatan berdaulat mereka, kemudian dihomogenkan, satu ukuran cocok untuk semua metode mengatur FDI pasti tidak pas. Jika pelaksanaan kedaulatan negara adalah untuk menjadi dinamis di aplikasi, itu adalah untuk kepentingan negara menjadi bagian dari yang proses yang dinamis dalam rangka menarik, mengasingkan diri dari PMA. Dalam merespon tantangan ini, negara harus lebih baik menyarankan tentang manfaat dari PMA, pilihan yang berbeda dalam mengatur hal itu, dan dampak yang dirasakan orang-orang pilihan pada saat tertentu atau kelompok negara dalam konteks ekonomi dan politik yang berbeda. Salah satu cara bagi masyarakat multilateral untuk menjadi lebih baik dalam hal informasi tentang mekanisme dan cara mengatur PMA adalah melalui pembentukan suatu internasional sekretariat Investasi. Mandat seperti sekretariat dapat mencakup tanggung jawab untuk mempromosikan derajat partisipasi yang lebih luas antara negara-negara dalam merumuskan dan menerapkan Hukum Internasional Investasi. Mandatnya mungkin untuk mencakup LSM yang konsultatif termasuk dalam resolusi sengketa. Sebuah fungsi sekretariat juga akan membantu mengidentifikasi kompleksitas, inkonsistensi, dan keterlambatan dalam menyelesaikan perselisihan antara investor PMA dan negara dan untuk memberikan dukungan logistik dalam menyikapi ini masalah perbedaan sebelum mereka tumbuh menjadi konflik.

Sekretariat juga akan bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan badan-badan investasi berdasarkan konvensi yang ada seperti WTO, ICSID, dan perjanjian regional seperti Uni Eropa dan NAFTA dalam reformasi hukum investasi internasional. Jika kedaulatan negara adalah untuk bermanfaat bagi masyarakat multilateral secara keseluruhan termasuk investor asing, negara perlu meyakinkan bahwa produk akhir multilateral berpotensi lebih besar daripada jumlah dari bagian-bagian negara yang berbeda

DOMESTIC DIRECT INVESTMENT ( Penanaman Modal Dalam Negeri )

Penanam modal dalam negeri (PMDN) adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal diwilayah negara Republik Indonesia.

Penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah penanaman modal yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1970.
Permohonan Penanaman Modal Baru untuk PMDN dapat dilakukan oleh PT, CV, Fa, Koperasi, BUMN, BUMD, atau Perorangan.
Permohonan Penanaman Modal Baru yang berlokasi di 2 (dua) Propinsi atau lebih diajukan kepada BKPM.
Permohonan Penanaman Modal Baru diajukan dengan menggunakan Formulir Aplikasi Model I/PMDN

Dokumen pendukung permohonan:
1. Bukti diri pemohon :
a. Rekaman Akte Pendirian perusahaan dan perubahannya untuk PT, BUMN/ BUMD, CV, Fa; atau
b. Rekaman Anggaran Dasar bagi Badan Usaha Koperasi; atau
c. Rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk Perorangan.
2. Surat Kuasa dari yang berhak apabila penandatangan permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri.
3. Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemohon.
4. Uraian Rencana Kegiatan :

a. Uraian Proses Produksi yang dilengkapi dengan alir proses (Flow Chart), serta mencantumkan jenis bahan baku/bahan penolong, bagi industri pengolahan; atau
b. Uraian kegiatan usaha, bagi kegiatan di bidang jasa.
5.
a. Persyaratan dan/atau ketentuan sektoral tertentu yang dikeluarkan oleh Pemerintah, seperti yang tercantum antara lain dalam Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penanaman Modal.
b. Khusus sektor pertambangan yang merupakan kegiatan ekstraksi, sektor energi, sektor perkebunan kelapa sawit dan sektor perikanan harus dapat rekomendasi dari instansi yang bersangkutan.
c. Khusus untuk bidang usaha industri pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit yang bahan bakunya tidak berasal dari kebun sendiri, harus dilengkapi dengan jaminan bahan baku dari pihak lain yang diketahui oleh Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota setempat.
6. Bagi bidang usaha yang dipersyaratkan kemitraan :
a. Kesepakatan/perjanjian kerjasama tertulis mengenai kesepakatan bermitra dengan Usaha Kecil, yang antara lain memuat nama dan alamat masing-masing pihak, pola kemitraan yang akan digunakan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan bentuk pembinaan yang diberikan kepada usaha kecil.
b. Akta Pendirian atau perubahannya atau risalah RUPS mengenai penyertaan Usaha Kecil sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham.
7. Surat Pernyataan di atas materai dari Usaha Kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995.
Note : Untuk persyaratan No. 5 a, b, c akan di koordinasikan oleh BKPM dengan instansi terkait
Proses pengurusan:
1. Pemeriksaan dan persiapan permohonan MODEL I / PMDN
2. Pengajuan dan monitor permohonan
3. Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
4. Akta Pendirian Perusahaan dari Notaris
5. Surat Keterangan Domisili Perusahaan
6. NPWP – Nomor Pokok Wajib Pajak
7. Pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
8. SPPKP – Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
9. TDP – Tanda Daftar Perusahaan
Perusahaan Penanaman Modal Negeri mendapatkan fasilitas dalam bentuk :
· pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
· pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
· pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
· pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
· penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
· keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
Kriteria Perusahaan Penanaman Modal Negeri yang mendapatkan fasilitas antara lain :
· Menyerap banyak tenaga kerja
· Termasuk skala prioritas tinggi
· termasuk pembangunan infrastruktur
· melakukan alih teknologi
· melakukan industri pionir
· berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu
· menjaga kelestarian lingkungan hidup
· melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi
· bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi
· industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi didalam negeri.

II. Peraturan dan Perundang-undangan terkait :
· Undang-undang No. 25 Tahun 2007 - Tentang Penanaman Modal
· Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
· Peraturan Presiden No. 36 Th 2010 Tentang Perubahan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
· Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

III. Dokumen yang akan diproses dan Jangka Waktu
No.
Keterangan
Jangka Waktu
(Hari Kerja)
NORMAL
Jangka Waktu
(Hari Kerja)
EKSPRESS
1.
Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Konsultasi dan perisapan Pendirian Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri
1-5
1-5
Cek dan Booking Nama Perusahaan
2
1
Persetujuan Pendaftaran Penanaman Modal di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
10
4
Akta Pendirian Perusahaan oleh Notaris
3
1
Surat Keterangan Domisili Perusahaan (Lurah – Camat)
5
2
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
3
2
Surat Pengukuhan Perusahaan Kena Pajak (SP PKP)
5
2
Surat Keputusan/Pengesahan Menteri Hukum dan HAM
14
7
Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
14
7
T O T A L
61
31

IV. Cara Pembayaran
Down Payment 50% setelah Surat Perjanjian Kerja/PO, pelunasan setelah NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) diselesaikan
SUMBER:
http://amertapersada.com/?p=83
http://www.jbs.co.id/penanaman-modal-dalam-negeri-pmdn-menuperijinan-96.html

INVESTASI

Menanggapi cukup banyaknya pengunjung yang merasa “terbeban” bila harus ber-investasi emas dengan jumlah uang yang besar maka tidak lama lagi akan muncul alternatif baru dalam berinvestasi emas yakni dengan cara angsuran.

Produk ini adalah hasil kerja sama antara Perum Pegadaian dengan PT Antam dimana para calon investor dapat berinvestasi emas dengan cara angsuran yang beritanya dapat anda lihat disini. Jadi jika anda ingin membeli emas batangan (logam mulia) 1 kilogram atau hanya 100gram maka anda cukup membayar 10 persen terlebih dahulu. Sisa angsuran dapat dicicil dan emasnya bisa dititipkan di Perum Pegadaian untuk sementara waktu. Pada saat anda sudah melunasi seluruh angsuran maka emas yang disimpan di Perum Pegadaiandapat anda bawa pulang.

Yang menarik dari investasi emas dengan angsuran ini adalah kecuali cara angsurannya yang cukup ringan juga emas secara fisik tidak perlu anda simpan sendiri sehingga cukup aman.

Melihat harga emas yang beberapa minggu terkahir ini mengalami penurunan maka bila anda adalah investor dan bukan spekulator maka anda tidak perlu khawatir tentang hal ini. Salah satu penyebab turunnya harga emas adalah dikarenakan harga emas hitam (minyak) yang mengalami penurunan yang drastis.

Namun bila ada siklus krisis ekonomi maka juga akan ada pertumbuhan ekonomi dan suatu saat perekonomian dunia secara pasti akan tumbuh kembali. Pada saat itu semua harga akan kembali meningkat termasuk harga minyak dan emas.

Saat-saat ini adalah saat yang tepat untuk ber-investasi emas dalam bentuk logam mulia karena harganya yang sudah lebih rendah dari harga emas 1 tahun yang lalu karena investor membeli pada saat harga rendah dan menyimpannya untuk minimal 3 – 5 tahun dan menjualnya kembali pada saat harga telah naik kembali.

RASIO PENERIMAN PAJAK APBN

JAKARTA: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu menyatakan meski secara nominal jumlah penerimaan pajak pada kuartal I/ 2007 lebih tinggi dibandingkan kuartal I/2006, namun rasionya terhadap target APBN lebih rendah.
Anggito menyatakan secara nominal, penerimaan pajak pada kuartal I/ 2006 untuk PPh naik 19%, dan PPN 45% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan pada kuartal I/ 2007 naik 30%-40%.
"Rasio itu turun, kenapa? Dibandingkan dengan targetnya 2006 terlalu rendah atau 2007 yang terlalu tinggi. Tapi ini rasio, akan kita pantau terus, seharusnya penerimaan pajak itu lebih tinggi lagi, tapi terhambat karena ditjen pajak lakukan restitusi," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Menyangkut restitusi ini, dia mengatakan realisasi pembayaran restitusi sepanjang kuartal I 2007 mencapai Rp7,1 triliun, terdiri atas pembayaran tunggakan sebesar Rp2,8 triliun dan sisanya pembayaran untuk tahun berjalan.
Anggito menyatakan kenaikan penerimaan PPN selaras dengan pertumbuhan kredit konsumsi 12%, kredit investasi 15%, terjadinya kenaikan laba perusahaan, dan peningkatan alokasi belanja modal di APBD.
"Di daerah itu, APBD-nya juga ada peningkatan alokasi investasi belanja modal. Kalau dilihat 2005, persentasenya 19%, 2006 26,1%, 2007 sekitar 27%. Inilah sumber-sumber investasi yang membuat kita yakin pertumbuhan ekonomi 2007 masih di jalur yang benar."
Terlalu optimistis
Sejumlah ekonom menanggapi dingin hasil pemantauan dini (asessment) pemerintah atas kinerja perekonomian sepanjang kuartal I/ 2007 yang ditimbang 5,7%-5,9%. Para ekonom menganggap capaian yang ditunjukkan asesstment tersebut terlalu optimistis.
Ekonom Econit Hendry Saparini dan ekonom Indef Fadhil Hassan mempertanyakan kredibilitas hasil pemantauan dini tersebut. Mereka bahkan meragukan bahwa data tersebut layak dijadikan rujukan.
Sebab, sepanjang dua tahun terakhir target PDB tidak pernah tercapai. Tahun lalu, meski pemerintah menurunkan target PDB di tengah jalan, realisasinya tetap di bawah target dari 6,2% dikoreksi ke 5,8% dan realisasinya 5,5%.
"Jadi, bila sektor riil tidak bergerak, belanja cuma 15%, tapi diklaim PDB kuartal I tinggi hingga daya beli meningkat, klaim itu jadi aneh. Apa sih artinya prestasi di angka-angka itu bila tidak didukung fakta perbaikan ekonomi masyarakat." Dalam asessment atas kinerja perekonomian kuartal I yang disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu kemarin, disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal I/ 2007 dikisar 5,7%-5,9%.
Senada dengan Hendry, ekonom Indef Fadhil Hassan menyatakan asumsi yang dipakai assessment itu meragukan, terutama ekspor yang diduga melambat dan pembentukan modal tetap bruto yang menjadi ukuran komponen investasi, bukan persetujuan atau realisasi.
Karena itu, terutama atas menurunnya belanja pemerintah, PDB kuartal I/ 2007 sukar mencapai 5,9%. "Kalau 5,7% itu maksimal. Sektor riil belum banyak bergerak, yang stabil itu cuma konsumsi dan pasar modal."
Dihubungi terpisah, Kepala BPS Rusman Heriawan menyatakan tidak ada yang luar biasa dari asessment itu. "Semua boleh mengeluarkan prediksi, asessment atau apa. Tapi nanti, 15 Mei, kita umumkan angka yang resmi." ( bastanul.siregar@bisnis.co.id)
Oleh Bastanul Siregar Bisnis Indoensia

FISKAL

Konsumsi energi nasional tiap tahun mengalami peningkatan tajam seiring perkembangan ekonomi nasional yang semakin membaik. Energi nasional yang didominasi energi listrik dan minyak yang hampir 52 persen total bauran energi nasional, rata-rata tiap tahun tumbuh 7 persen. Hal ini sebagai akibat pertambahan penduduk, pertumbuhan industri maupun pertumbuhan ekonomi. Sedangkan rata-rata pertumbuhan ekonomi (economic growth) nasional beberapa tahun terakhir sebesar 6 persen. Ini berarti pertumbuhan sektor energi melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.

Kita ketahui harga BBM saat ini sangat berfluktuatif, dan persediaan bahan bakar minyak mentah Indonesiapun makin menipis. Bappenas sendiri mengisyaratkan minyak Indonesia akan habis dalam kurun waktu 14 tahun lagi. Bahkan IMF menyebutkan lebih pendek lagi, yang diprediksi akan kering menjelang tahun 2020. Kondisi ini tentu saja menjadi “warning” bagi ketahanan energi nasional. Oleh karena itu harus segera dilakukan upaya-upaya revitalisasi energi terbarukan.

Ada beberapa permasalahan mendasar yang dihadapi sektor energi guna memenuhi permintaan konsumsi masyarakat yang terus meningkat. Salah satu diantaranya adalah bagaimana kita mengalihkan dominasi BBM sebagai sumber energi utama ke energi terbarukan. Masalah berikutnya tentu terkait investasi dan dana untuk mendanai pengembangan energi terbarukan. Walaupun dalam APBN, anggaran untuk pengembangan energi nasional selalu dinaikkan, tahun anggaran 2011 naik hampir 100 persen dari tahun sebelumnya.

Energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan, yang meliputi listrik, mekanik maupun panas. Dimana sumber-sumbernya dapat berasal dari minyak dan gas bumi, batubara, air, panas bumi (geothermal), gambut, biomassa dan sumber energi alternatif atau energi terbarukan (renewable energy) lainnya. Namun pertanyaannya kembali bagaimana mengoptimalisasi berbagai energi tersebut sementara dana APBN sangat terbatas dan banyak ditujukan untuk subsidi BBM dan listrik, sehingga ratio elektrifikasinya masih rendah yaitu sebesar 52 persen artinya masih banyak daerah yang belum menikmati terangnya aliran listrik.

Kebijakan energi nasional bertujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri yang dapat mencapai target dari peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi listrik nasional. Diantaranya diharapkan dari bahan bakar nabati (biofuel) akan naik menjadi 5 persen di tahun 2025 demikian juga panas bumi (geothermal) juga menjadi 5 persen dari sekarang ini yang baru diekploitasi sebesar 1,32 persen, padahal potensi geothermal Indonesia adalah sekitar 26 persen potensi geothermal dunia. Ini setara dengan 27.710 Mega Watt (MW) atau setara dengan 19 miliar barrel minyak bumi. Kapasitas sekarang ini baru mencapai 1.189 MW dari target pengembangan energi panas bumi pada 2025 yang ditetapkan sebesar 9.500 MW.

Permasalahan lain yang dihadapi pemerintah antara lain ketidaksesuaian antara penyebaran sumber energi dan konsumen yang menyebabkan kebutuhan akan infrastruktur untuk energi tersebut, yang tentu saja meningkatkan investasi dan biaya (cost). Ditambah lagi struktur harga energi selama ini yang belum mendukung diversifikasi serta konservasi energi. Demikian juga ketidakstabilan pasar dan harga energi fosil atau bahan bakar minyak, yang mengakibatkan perbedaan harga di pasaran internasional dengan pasar domestik dimana kemampuan atau daya beli masyarakat relatif masih rendah. Yang ujung-ujungnya subsidi pemerintah makin besar. Untuk tahun 2011 saja subsidi untuk listrik sebesar 40,7 triliun rupiah, walaupun turun dari tahun 2010 yang sebesar 67,8 triliun rupiah. Hal itu tetap saja membuat kehilangan kesempatan (opportunity loss) untuk pengembangan energi nasional.

Belum Ada Peningkatan

Semua permasalahan ini hendaknya segera dibenahi melalui berbagai upaya antara lain percepatan investasi di bidang energi. Yang akan didukung pula dengan kebijakan fiskal, melalui berbagai insentif fiskal, maupun peningkatan anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Termasuk kewenangan daerah untuk dapat mengembangankan energi listrik. Namun, sampai saat ini, belum juga ada tanda-tanda peningkatan yang signifikan. Padahal pemerintah telah mengeluarkan beberapa insentif fiskal untuk pengembangan tenaga panas bumi antara lain pembebasan Bea masuk atas impor barang untuk kegiatan pengusahaan panas bumi. Tentang PPN ditanggung pemerintah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu migas dan panas bumi. Maupun pembebasan bea masuk atas impor barang modal dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri pembangkit tenaga listrik untuk kepentingan umum. Dan hasilnya, belum maksimal karena beberapa kendala yang ditemui seperti biaya eksplorasi dan eksploitasi yang relatif besar, resiko investasi yang cukup besar. Demikian juga pungutan yang masih tinggi yang diperkirakan sekitar 45 persen, semenatara harga hasil panas bumipun belum bisa kompetitif dengan harga BBM bersubsidi. Kendala lainnya adalah return investasi ini cukup lama, bisa mencapai 5 sampai 10 tahun.

Ada beberapa terobosan peningkatan investasi energi. Pertama, kita berharap dengan kunjungan Perdana Menteri China Wen Jiabao ke Indonesia baru baru ini dengan berbagai kesepakatannya, akan memberikan angin segar bagi Indonesia. Pengusaha-pengusaha China diharapkan dapat berinvestasi di Indonesia khususnya sektor energi, baik listrik, pengolahan batu bara maupun pengembangan energi terbarukan lainnya. Selama ini, investasi langsung China ke Indonesia masih relatif kecil dan menempati urutan 13 setelah Singapura.

Yang kedua, kerjasama sektor energi dapat dilakukan dengan China, mengingat China telah berpengalaman meningkatkan energi nasionalnya dengan mengembangkan energi surya, microhydro dan angin sebagai andalan pengembangan energi terbarukannya. Dan ketiga, tidak lupa juga bahwa ketahanan energi nasional selain didanai dari APBN tentu dapat didanai melalui berbagai skema pendanaan KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta), CSR (Corporate Social Responsibility) maupun peran penting Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan energinya.

Oleh :
Ragimun
Peneliti Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu

SUKU BUNGA

Uang bekerja secara alami ketika ia membiayai kegiatan produksi dan membuahkan keuntungan dari produksi tersebut. Karenanya, jumlah uang akan bertambah sesuai dengan pertambahan hasil produksi. Dengan kata lain, penambahan kesejahteraan haruslah berbanding lurus dengan usaha yang dilakukan. Penambahan jumlah uang yang tidak diimbangi dengan penambahan jumlah produksi barang dan jasa akan mengakibatkan nilai uang menurun terhadap barang dan jasa. Kita menyebutnya inflasi.
Inflasi Vs. Suku Bunga
Pandangan umum yang berlaku saat ini, suku bunga memiliki hubungan negatif dengan inflasi, menaikkan suku bunga berarti menurunkan inflasi. Ketika suku bunga dinaikkan, maka orang akan tertarik untuk menyimpan uang di bank, sehingga akan mengurangi jumlah uang beredar, akibatnya saat itu inflasi turun. Tetapi konsekuensi dari penerapan suku bunga ialah adanya besaran tertentu yang nilainya sudah ditentukan di awal. Nilai itu harus dibayar bank kepada nasabah pada saat bunga tersebut jatuh tempo.
Misal, pada awal proses ekonomi terdapat uang beredar sebanyak Rp 3.000 triliun, lalu dengan bunga sebesar 10%, sektor perbankan berhasil menyerap sepertiga dari dana tersebut atau setara dengan Rp 1.000 triliun. Maka terjadi deflasi, jumlah uang beredar dalam perekonomian tersebut turun menjadi duapertiganya atau Rp 2.000 triliun. Tapi, setahun kemudian, ketika bunga telah jatuh tempo, perbankan harus membayar sejumlah 10% dari Rp 1.000 triliun atau Rp 100 triliun kepada perekonomian. Maka, total uang dalam perekonomian dan perbankan menjadi Rp 3.100 triliun. Jadi, alih-alih untuk mengurangi inflasi, penerapan suku bunga justru berpotensi mendatangkan inflasi yang lebih besar di kemudian hari.
Melanjutkan contoh tadi, sebetulnya tidak menjadi masalah ketika jumlah uang dalam perekonomian tersebut bertambah Rp 100 triliun, asalkan perekonomian itu juga mampu menghasilkan tambahan produksi barang dan jasa senilai Rp 100 triliun dalam tempo yang sama. Jika hal itu dilakukan, maka tidak akan terjadi inflasi karena penambahan jumlah uang diikuti dengan penambahan jumlah barang dan jasa. Tapi yang jadi masalah saat ini, tidak adanya keterkaitan antara sektor riil dengan sektor finansial.
Dalam contoh di atas, melalui suku bunga sebesar 10%, sektor finansial menentukan bahwa dalam setahun ke depan jumlah uang akan bertambah sebanyak Rp 100 triliun, sedangkan yang menentukan bertambahnya jumlah barang dan jasa adalah sektor riil, yang belum tentu mampu memproduksi barang dan jasa senilai Rp 100 triliun dalam setahun. Ketika sektor riil tidak mampu menandingi ‘kinerja’ sektor finansial, maka yang terjadi adalah inflasi. Karena itu, perlu dikoreksi pendapat yang menyebutkan tingkat suku bunga berbanding terbalik dengan tingkat inflasi.
Ketidakadilan Suku Bunga
Dalam buku pengantar ilmu ekonomi selalu disebutkan ketika pemerintah mencetak uang terlalu banyak, maka yang terjadi adalah inflasi. Tapi seringkali kita lupa, bank juga dapat ‘mencetak’ uang dengan cara menyalurkan kredit dan mengenakan bunga atasnya, money creation by the bank, dan itupun dapat menyebabkan inflasi. Inflasi akan merugikan orang yang berpenghasilan tetap, yakni naiknya nominal harga tidak diikuti naiknya nominal pendapatan kita. Tetapi akan menguntungkan mereka yang memiliki deposito dalam jumlah besar di bank konvensional.
Penerapan suku bunga akan menambah jumlah uang ke dalam suatu perekonomian, tetapi yang jadi masalah adalah uang yang baru masuk ke dalam perekonomian tersebut tidak terdistribusikan secara merata kepada seluruh pelaku ekonomi, melainkan ke tangan segelintir pemilik modal saja, yaitu mereka yang memiliki sejumlah besar uang di bank. Akibatnya, biaya inflasi sebagian besar ditimpakan kepada orang yang tidak menerima uang baru tersebut, yaitu orang-orang miskin yang tidak memiliki uang di bank.
Kita mengenal inflation tax sebagai pajak yang diambil pemerintah dari orang yang memegang uang dengan cara pemerintah mencetak lebih banyak uang untuk membiayai kebijakan ekspansi ekonomi. Tapi ternyata inflation tax bisa juga bermakna sebagai ‘pajak’ yang diambil pemilik modal dari masyarakat umum, ketika perbankan ‘mencetak’ uang dengan cara menyalurkan kredit dan mengenakan sejumlah bunga atasnya. Bahkan, kita harus lebih mewaspadai efek inflasi akibat penciptaan uang oleh bank daripada penciptaan uang oleh pemerintah, karena bank selalu menciptakan uang, sedangkan pemerintah lebih jarang.
Menarik untuk diteliti tentang kemunculan para milyuner dunia pada abad ke-20. Apakah hal ini terkait dengan terjadinya industrialisasi ataukah lebih terkait dengan berubahnya sistem finansial dunia, dimana praktik pembungaan uang dan lepasnya nilai uang dari nilai emas sudah disahkan? Pasalnya, industrialisasi sendiri sudah dimulai beberapa abad sebelumnya, tapi mengapa para milyuner itu baru muncul sekarang? Ditambah lagi kemunculan mereka diikuti dengan meluasnya kemiskinan di seluruh dunia. Apakah sekarang sedang terjadi penambahan kesejahteraan akibat industrialisasi ataukah sedang terjadi eksploitasi kesejahteraan alias konsentrasi kekayaan akibat praktik pembungaan uang?

JENIS JENIS KEGIATAN EKONOMI

a. Agraris

Usaha dalam bidang agraris menggunakan lahan tanah sebagai faktor produksi utama. Misalnya pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.

Bidang agraris dapat menghasilkan bahan pangan seperti padi, sayur, daging, ikan dan susu. Bidang ini juga dapat menghasilkan bahan baku industri seperti tebu, cokelat kelapa sawit dan kapas.

b. Industri

Usaha bidang industri merupakan jenis usaha yang mengola bahan mentah menjadi bahan jadi, bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, dan bahan setengah jadi menjadi bahan jadi.

Bahan mentah adalah bahan yang perlu diolah dulu agar dapat memenuhi kebutuhan, misalnya kapas dan kayu gelondongan.
Bahan setengah jadi adalah hasil olahan dari bahan mentah tapi masih perlu diolah lagi agar siap digunakan, contoh benag bagi industri tekstil dan tepung bagi industri roti.
Bahan jadi adalah hasil akhir proses pengolahan yang sudah siap untuk digunakan, misalnya baju, sepeda dan televisi. Contoh Industri kecil : pengrajin sepatu, mebel, alat-alat rumah tangga, dan tahu tempe. Contoh Industri besar: perusahaan tekstil, mobil, semen dan elektronik.
c. Perdagangan

Usaha dalam bidang perdagangan adalah jenis usaha menjual barang-barang produksi kepada pihak lain tanpa mengola bahan tersebut. Misalnya pedagang beras, bahan bangunan dan makanan.

d. Jasa

Usaha bidang jasa adalah jenis usaha yang tidak menghasilkan benda melainkan memberikan pelayanan kepada pihak lain sesuai kebutuhan. Misalnya guru, dokter dan paramedis.

2. Pengelolaan Usaha

a- Usaha yang dikelola sendiri/perorangan

Usaha yang dikelola sendiri merupakan usaha yang didasarkan atas kepemilikan modal secara tunggal.

Kelebihan

Pemilik bebas mengatur usahanya
Semua keuntungan dapat dinikmati sendiri
Rahasia perusahaan terjamin
Kekurangan

Modal terbatas
Kemampuan tenaga pengelola terbatas
Kesinambungan usaha kurang terjamin
Semua resiko ditanggung sendiri
b. Usaha Yang Di Kelola Kelompok

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

BUMN digolongkan menjadi 3 jenis yaitu

a. Perusahaan Jawatan (Perjan)

Perusahaan ini bertujuan pelayanan kepada masyarakat dan bukan semata-mata mencari keuntungan.

b. Perusahaan Umum (Perum)

Perusahan ini seluruh modalnya diperoleh dari negara. Perum bertujuan untuk melayani masyarakat dan mencari keuntungan

c. Perusahaan Perseroan (Persero)

Perusahaan ini modalnya terdiri atas saham-saham. Sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan sebagian lagi dimilik oleh pihak swasta dan luar negeri.

2. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)

a. Firma (Perusahaan Persekutuan)

Firma adalah badan usaha yang dimiliki oleh palaing sedikit dua orang. Kemajuan Firma dan semua resiko ditanggung bersama.

b. Persekutuan Komanditer (CV)

CV adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh beberapa orang . Pemilik modal dalam CV disebut anggota. Dalam CV terdapat dua macam keanggotaan, yaitu anggota aktif dan pasif. Anggota aktif bertanggung jawab penuh terhadap jalannya perusahaan. Anggota pasif hanya sevbatas pemilik modal.

c. Perseroan Terbatas (PT)

PT adalah badan usaha yang modalnya dihimpun dari beberapa orang melalui penjualan saham. Saham adalah surat tanda bukti keikutsertaan menjadi pemilik perusahaan. Setiap pemegang saham akan mendapatkan deviden yaitu laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham.

3. Koperasi

Koperasi adalah usaha bersama yang memiliki organisasi berdasarkan atas azaz kekeluargaan . Koperasi bertujuan untuk menyejahterahkan anggotanya. Dilihat dari lingkunganyya koperasi dabat dibagi menjadi:

Koperasi Sekolah
Koperasi Pegawai Republik Indonesia
KUD
Koperasi Konsumsi
Koperasi Simpan Pinjam
Koperasi Produksi
Kegiatan Ekonomi Di Indonesia

1. Kegiatan Produksi

Produksi adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan. Pihak yang melakukan kegiatan produksi disebut Produsen.

2. Kegiatan Distribusi

Distribusi adalah kegiatan menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Pihak yang melakukan kegitan distribusi disebut distributor.

Pihak yang melakukan distribusi antara lain:

a. Agen; pihak yang ditujukan oleh produsen untuk menyalurkan produksinya

b. Pedagang Besar; pihak yang membeli barang dengan jumlah besar kemudian dijual lagi kepada pengecer

c. Pedagang Eceran; pihak yang bmenjual barang langsung kepada konsumen

3. Kegiatan Konsumsi

Konsumsi adalah kegiatan yang menghabiskan atau menggunakan hasil produksi . Pihak yang melakukan konsumsi di sebut konsumen

UANG BEREDAR

Penelitian ini menggunakan analisa regresi dengan model log untuk menganalisa pengaruh pengeluaran pemerintah, cadangan devisa, serta angka pengganda uang (money multiplier) terhadap jumlah uang beredar di Indonesia untuk periode periode sebelum krisis (1990-1997), sesudah krisis (1997-1999) dan secara keseluruhan (1990-1999). Sebelum krisis hasil menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar (M2); cadangan devisa tidak signifikan terhadap jumlah uang beredar; sedangkan angka pengganda uang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar. Sesudah krisis, pengeluaran pemerintah secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan cadangan devisa dan money multiplier tidak signifikan. Untuk seluruh waktu analisa, pengeluaran pemerintah dan cadangan devisa berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap jumlah uang beredar sedangkan angka pengganda uang tidak signifikan. Pemerintah diharapkan menerapkan kebijakan fiskal sesuai yang telah diterapkan selama krisis berlangsung serta meningkatkan jumlah cadangan devisa yang dimilikinya. Pemerintah sebaiknya tidak mengandalkan money multiplier dalam kebijakan uang yang beredar karena tidak berpengaruh signifikan terhadap uang yang beredar.

STATMENT KEBIJAKAN MONETER

Perekonomian global masih menunjukkan perlambatan yang lebih dalam sebagaimana tercermin dari perkiraan merosotnya perekonomian negara-negara maju yang lebih besar dari perkiraan semula. Kondisi pasar keuangan global juga masih rapuh dengan banyaknya laporan kerugian lembaga keuangan dunia. Hal tersebut memberikan dampak negatif bagi perkembangan ekonomi di kawasan, terutama bagi negara-negara yang mengandalkan ekspor ke negara maju, termasuk Indonesia. Sementara itu, keketatan likuiditas global masih terus berlangsung dan diikuti oleh meningkatnya persepsi risiko emerging market.

Menurunnya kinerja ekspor tersebut memberi tekanan pada neraca pembayaran Indonesia, meski saat ini masih berada pada batas-batas yang aman. Cadangan devisa saat ini masih berada pada posisi 50,56 miliar dolar AS atau masih mampu memenuhi kebutuhan 5,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Jumlah cadangan devisa tersebut masih akan bertambah dengan masuknya dana hasil penjualan global bond Pemerintah sebesar 3 milyar dolar AS.

Tekanan pada perekonomian domestik akan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2009. Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 akan tumbuh sekitar 4%. Pertumbuhan ini memiliki risiko bias ke bawah apabila ekonomi global semakin memburuk. Sumber pelemahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 terutama pada kinerja ekspor yang erat kaitannya dengan perkembangan kondisi global. Sementara itu, penopang utama pertumbuhan ekonomi akan tertuju pada permintaan domestik, yang dipacu oleh kebijakan moneter yang longgar dan berbagai kebijakan Pemerintah yang mendukung daya beli masyarakat serta berbagai stimulus fiskal yang akan menggerakkan berbagai sektor penting dalam perekonomian.

Sejalan dengan melemahnya perekonomian global dan masih rendahnya harga-harga komoditas di pasar internasional, tekanan inflasi Indonesia ke depan cenderung menurun. Dari sisi domestik rendahnya tekanan inflasi didukung oleh kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok dan minimnya tekanan harga dari kelompok barang-barang yang diatur Pemerintah (administered price). Inflasi pada bulan Februari 2009 tercatat cukup rendah, yaitu sebesar 0,21% (mtm), jauh di bawah rata-rata historisnya. Dengan perkembangan tersebut, prakiraan inflasi tahun 2009 akan mendekati batas bawah kisaran proyeksi 5%-7%.

Di sisi lain, perkembangan nilai tukar rupiah selama Februari 2009 secara rata-rata tertekan terhadap dolar Amerika. Hal tersebut terutama
disebabkan oleh sentimen negatif akibat perkembangan faktor eksternal yang kurang kondusif, seperti pertumbuhan ekonomi global yang turun tajam, serta pengumuman kerugian yang meningkat yang dialami lembaga keuangan internasional. Sementara dari sisi domestik, perkembangan ekonomi relatif masih stabil dan kondisi fundamental masih mendukung. Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia akan tetap melakukan berbagai upaya stabilisasi untuk menjaga agar gejolak nilai tukar tidak berlebihan.

Di tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring dengan melemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian pada upaya menjaga pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan moneter Bank Indonesia ditempuh dalam rangka mendukung bangkitnya sektor riil guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan tersebut dilakukan dengan tetap menjaga kestabilan harga dan kestabilan makroekonomi serta sistem keuangan dalam jangka menengah.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 4 Maret 2009 memutuskan untuk menurunkan kembali BI Rate sebesar 50 basis poin dari 8,25% menjadi 7,75%. Penurunan tersebut merupakan penurunan ke empat sejak Desember 2008. Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang ada untuk menjaga kestabilan harga dan nilai tukar yang akan mendukung perkembangan ekonomi. Pelonggaran kebijakan moneter telah direspons positif oleh perkembangan di pasar uang antar bank yang secara rata-rata bergerak di sekitar BI Rate. Penurunan BI Rate juga mulai diikuti oleh penurunan suku bunga deposito pada Januari 2009 sejalan dengan membaiknya persepsi risiko. Kebijakan moneter tersebut diharapkan dapat mendorong perbankan menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang produktif, dengan tetap mengedepankan kehati-hatian (prudent). Dengan demikian perekonomian Indonesia akan mampu bertahan di tengah gelombang krisis global.

Kondisi perbankan nasional sampai saat ini cukup stabil, seperti tercermin dari perkembangan berbagai indikator keuangan dan kesehatan bank. Kondisi likuiditas perbankan, termasuk aliran likuiditas dalam pasar uang antarbank, mulai mengalami perbaikan dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu. Namun demikian, Bank Indonesia tetap mencermati kecenderungan meningkatnya risiko kredit yang berpotensi meningkatkan NPL dalam industri perbankan.

Ke depan, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan yang mendukung perkembangan ekonomi dengan tetap mengedepankan stabilitas makroekonomi serta sistem keuangan. Apabila tekanan inflasi terus cenderung menurun, ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter masih terbuka. Upaya pelonggaran moneter akan didukung oleh langkah-langkah lain berupa penguatan sektor keuangan, termasuk peningkatan sistem pengawasan perbankan dan efektivitas serta efisiensi sistem pembayaran. Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta optimisme kegiatan dunia usaha yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

KEBIJAKAN EKONOMI

MENYIMAK perkembangan kasus Bank Century (BC), khususnya lewat pintu pansus DPR, sekurang-kurangnya dapat dideskripsikan tiga pernyataan penting mengenai watak kebijakan ekonomi pemerintah. Pernyataan ini tidak terkait soal benar-tidaknya kebijakan bailout BC tersebut, namun bersinggungan dengan proses lahirnya suatu kebijakan.

Pertama, masalah moral hazard (perampokan, penipuan, rent-seeking) pelaku ekonomi bisa diabaikan bila keadaan ekonomi nasional dalam situasi darurat (krisis). Kedua, dampak (sistemik) perekonomian merupakan cermin instabilitas yang bakal terjadi dalam konfigurasi ekonomi makro, khususnya pasar finansial (kurs, inflasi, harga saham, neraca pembayaran, dan seterusnya). Ketiga, subordinasi kebijakan begitu mudah terjadi, yang bisa disebabkan ketidakjelasan manual prosedur kebijakan maupun tingginya intensitas kepentingan (politik) para perumus kebijakan.

Subordinasi Kebijakan

Moral hazard merupakan pokok bahasan penting dalam tradisi ekonomi kelembagaan sehingga rules of the game merupakan keniscayaan yang harus dibangun dalam sistem ekonomi. Oportunisme merupakan asumsi paling elementer yang harus diketahui para perumus kebijakan sehingga setiap aturan main yang dibuat mesti berupaya mempersempit munculnya perilaku self-interest tersebut.

Di sini, setiap aturan main yang buruk dipastikan akan menyuburkan sikap oportunisme (moral hazard) yang merugikan keseluruhan aktivitas ekonomi. Pertanyaannya, apakah oportunisme dapat ditoleransi dalam suatu keadaan darurat? Jawabannya tetap tidak.

Pertama, oportunisme hanya akan berhenti apabila ada instrumen yang secara serius memang berkehendak menghadangnya. Kedua, moral hazard yang ditoleransi menjadi sinyal ''pasar" yang ampuh untuk membiakkan para bandit berikutnya. Terlalu banyak contoh di bidang ekonomi untuk menunjang argumen ini.

Berikutnya, dakade 1980-an merupakan salah satu periode terhebat dalam sejarah ekonomi modern di dunia ketika liberalisasi pasar keuangan menjadi pedoman kegiatan ekonomi. Sejak saat itu pula aktivitas ekonomi dunia disesaki dua cerita yang silih berganti: interaksi ekonomi dunia kian cepat dan instabilitas ekonomi kian rajin hadir dalam kehidupan ekonomi. Kemakmuran suatu bangsa lekas dapat dicapai hanya dengan bekal menghidupkan pasar modal dan transaksi derivatif, yang tentu tidak ada kaitannya dengan pertambahan barang/jasa.

Frasa kemakmuran di sini tentu saja cuma terkait dengan para pelaku yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Nahasnya, begitu instabilitas ekonomi terjadi (yang disebabkan ulah para pelaku di pasar keuangan), pemerintah kembali menempatkan indikator pasar keuangan sebagai medan taruhan yang harus diselesaikan, tidak peduli ada pelaku ekonomi lain (sektor riil) yang juga menggelepar. Bias kebijakan ini begitu kasat mata dipraktikkan pemerintah.

Ketiadaan dua values di atas diperparah dengan absennya manual prosedur kebijakan yang mesti ditempuh acapkali sebuah kebijakan hendak diproduksi. Kasus BC memberikan ilustrasi yang menarik mengenai hadirnya teknologi yang tidak ditempatkan sesuai dengan konteks urgensi kebijakan.

Nyaris tidak bisa dipercaya, bagaimana mungkin sebuah kebijakan segenting bailout BC hanya diinformasikan melalui ''SMS'' kepada salah satu petinggi terpenting yang saat itu sedang bertanggung jawab, yakni wakil presiden. Selebihnya, jika memang itu terjadi karena kesengajaan, maka subordinasi kebijakan mungkin menjadi menu keseharian di negeri ini, di mana kasus BC hanyalah bagian dari praktik tit for tat di pemerintahan.

Ini juga yang barangkali menjadi penjelas mengapa menteri kerap ditelikung para Dirjen, Dirjen dikelabui para deputi, deputi dilangkahi para direktur, begitu seterusnya. Jika pola ini menjadi kebiasaan, bisa dibayangkan seperti apa mutu kebijakan yang didesain pemerintah.

Defisit Nilai

Jika benar ketiga pernyataan di atas menjadi ''nilai" yang selama ini menafkahi pemerintah tiap memproduksi kebijakan (ekonomi), berarti telah lama terjadi proses pembusukan nilai yang serius dalam tata kelola pemerintahan. Dalam prinsip hukum di pengadilan dikenal adagium yang sangat populer: biarpun langit runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan. Bila diadopsi dalam kasus BC, falsafah itu menjadikan tidak sahihnya argumen yang menyatakan moral hazard dapat diabaikan dalam kondisi krisis ekonomi.

Demikian pula, pemerintah mesti memahami makna ''kepentingan publik" sebagai frasa baru yang tidak boleh disederhanakan sebagai sekadar pelaku pasar keuangan. Jadi, afirmasi ekonomi justru harus hadir kepada khalayak yang menjadi korban ''kekerasan praktik ekonomi". Kebijakan ekonomi terlalu mahal jika hanya dibelokkan menjadi redistributive combines (meminjam kerangka pemikiran de Soto), yakni kebijakan yang dibuat sekadar untuk menyantuni kepentingan para penopang kekuasaan.

Dengan demikian, pencarian nilai baru sebagai antitesis nilai lama yang telah usang tersebut merupakan keharusan yang tidak bisa ditunda agar defisit nilai dalam formulasi kebijakan lekas diakhiri. Nilai-nilai baru itu diharapkan menjadi sumber otentik bagi perumusan kebijakan yang lebih manusiawi dan adil.

Hal tersebut bukanlah merupakan pekerjaan sulit karena seluruh sendi dasar bernegara kita sangat kaya nilai-nilai yang dimaksudkan tersebut. Nilai-nilai inilah yang diharapkan bisa mengatasi kerumitan akademis ketika secara teoretis sebuah soal (katakanlah definisi dan alat ukur ''dampak sistemik") menemui jalan buntu.

Jika teori gampang dibelokkan, nilai hadir untuk meluruskan kembali garis permasalahan. Harus diakui, kevakuman nilai inilah yang menjadi salah satu sumber sulitnya pemerintah membuat kebijakan yang berwatak (adil), sekaligus susahnya kita memberikan penilaian yang jernih atas suatu kebijakan. Semoga kasus BC itu menjadi pemutus mata rantai nilai yang hilang tersebut. (*)

*) Ahmad Erani Yustika , wakil dekan (Akademik) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, direktur Indef, Jakarta

Opini Jawa Pos 19 Januari 2010

Jumat, 08 April 2011

INFO UNTUK KELUARGA

Kasus pemerkosaan gaya baru
(Wanita-wanita Berhati-hatilah!)
Ini adalah cerita sebenarnya.
Seorang wanita meninggalkan kantor setelah jam kerja dan melihat seorang anak kecil menangis di jalan... Merasa kasihan kpd anak itu, wanita itupun mendekat kpd si anak dan bertanya apa yang terjadi. Anak itu berkata, "Aku tersesat. Kumohon Bisakah kau membawaku pulang, ? " Kemudian anak itu memberinya secarik kertas dan berkata kepada wanita" tolong antar ke alamat itu". Wanita itu, bersikap baik hati, wanita itu tidak curiga,segera berangkat mengantar anak itu ke sana. kemudian saat mereka tiba di "rumah anak itu", wanita itu menekan bel pintu yg sebenarnya bel itu sdh dialiri/ ditransfer dengan listrik tegangan tinggi, ... wanita itu pingsan .. Keesokan harinya ketika ia bangun, ia mendapati dirinya di dalam rumah kosong di perbukitan, telanjang. Kondom bserakan , dengan byk sperma membasahi seluruh tubuhnya. Paling tidak ada sekitar 20 kondom! Dia bahkan tidak melihat penyerangnya. Itu sebabnya... saat ini kejahatan ditargetkan pada orang-orang seperti wanita ini.... Selanjutnya jika situasi yang sama terjadi, jgn pernah membawa anak ke tempat yang dimaksud .. Jika anak bersikeras, bawalah anak tersebut ke kantor polisi... Silakan mengirimkan ini ke semua anggota keluarga wanita Anda, teman-teman, kolega, dan teman-teman pria Anda dengan pacar dan istri." Lebih baik untuk mnerima ßß♏ ini seribu kali " daripada menjadi korban!!! Silakan disebarluaskan. Lebih baik diinformasikan

INFOO !

‎​Perlu diketahui...

99% kerusakan  Blackberry disebabkan karena penggunaan pelindung casing

Hasil penelitian lab RIM Canada telah membuktikan bahwa mayoritas kerusakan Blackberry diakibatkan karena penggunanya memasang pelindung seperti silicon, hard case, dan sejenisnya yg menyebabkan panas justru terperangkap didalam BB dan akibatnya komponen elektronik di dalamnya kepanasan. Hal ini makin diperparah jika pengguna mencharge BB dengan kondisi pelindung casing terpasang, karena batere yg dicharge menghasilkan panas yg bila terhambat pelepasannya akan merusak board komponen elektronik didalamnya. Komponen yang mulai rusak akan menyebabkan berbagai gejala seperti menurunnya kinerja (alias lemot) karena "memory leak" akibat chip memory yg mulai rusak kepanasan. Gejala "Hang" seperti jam pasir yg mengharuskan untuk merestart BB juga mengindikasikan jalur board komponen yg mulai rusak akibat panas.

BB seharusnya tidak membutuhkan reset/cabut batere secara berkala, bila sampai harus melakukan itu berarti komponennya mulai rusak akibat penggunaan pelindung casing.

Ketika diwawancari, manajer teknis RIM, Timothy Arthur, mengatakan bahwa penggunaan pelindung case sebenarnya menyalahi aturan, karena kalau memang BB memerlukan itu, dari pabriknya pasti sudah disertakan dalam box penjualannya.

Timothy menambahkan juga bahwa selain pelindung case silicon & hard case, leather case dgn kancing bermagnet juga merupakan "pembunuh" BB. Radiasi medan magnet pada kancing leather case sekalipun kecil, dapat membuat komponen elektronik didalamnya harus bekerja extra 20x lebih keras utk menembus medan magnet. BB yang ditempatkan di leather case dengan kancing bermagnet akan mengalami "penuaan dini" & mati total sebelum waktunya.

Semoga bermanfaat...

Kamis, 31 Maret 2011

GEOGRAFIS INDONESIA

Indonesia sebagai negara kepulauan secara geografis
terletak di khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta
di antara Samudera Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan
tiga lempeng tektonik utama dunia, mengakibatkan Indonesia
sebagai wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana
alam. Letak negara di khatulistiwa juga menyebabkan wilayah
Indonesia memiliki kondisi iklim yang khas dengan musim hujan
dan kemarau yang sama panjang. Pada saat kondisi iklim global
berpengaruh terhadap iklim di Indonesia, maka perubahan
musim dapat menjadi pemicu terjadinya bencana banjir,
kekeringan dan kebakaran hutan. Lempeng Eurasia yang
bertumbukan langsung dengan Lempeng Indo Australia
membentuk tunjaman lempeng tektonik yang melintas dari barat
Sumatera melalui selatan Jawa hingga Nusa Tenggara. Bagian
timur Indonesia merupakan pertemuan tiga lempeng yaitu
lempeng Philipina, Pasifik dan Australia. Kondisi pertemuan
lempeng tersebut menyebabkan Indonesia berpotensi terhadap
gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor dan tsunami.
Disamping itu kekayaan alam yang berlimpah, jumlah
penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata,
pengaturan tata ruang yang belum tertib, masalah penyimpangan
pemanfaatan kekayaan alam, keanekaragaman suku, golongan,
agama, adat dan budaya yang masih mengakar hingga saat ini
dan pengaruh globalisasi serta permasalahan sosial lainnya yang
sangat kompleks, mengakibatkan wilayah Indonesia berpotensi
rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana yang
disebabkan ulah manusia. Secara umum terdapat beberapa
peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun; bahkan
saat ini peristiwa bencana lebih sering terjadi.
Tidak berbeda dengan negara lain, Indonesia juga rawan
terhadap berbagai bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi,
transportasi, gangguan ekologis, biologis serta kesehatan.
Serangan teroris juga merupakan ancaman yang sudah terbukti
menimbulkan bencana nasional.
Sejarah kebencanaan di Indonesia telah memberikan
dampak yang cukup signifikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Terjadinya bencana alam tsunami Flores, Aceh-Nias
dan Pangandaran; gempa Nabire dan Yogyakarta; erupsi gunung
berapi Soputan, Merapi, Semeru; banjir Jakarta, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah dan beberapa daerah lain di luar Jawa;
tanah longsor Trenggalek, Banjarnegara, Bandung, Padang;
kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan;
kekeringan di wilayah Indonesia timur; wabah flu burung dan
HIV/AIDS; konflik etnis Sambas, Ambon dan Poso yang terjadi di
beberapa tahun lalu merupakan potret kebencanaan di Indonesia
yang memberikan dampak negatif terhadap hasil pembangunan.
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di tengah
Pulau Jawa. Karakteristik fisik Provinsi Jawa Tengah mempunyai
bentuk bervariasi yang tidak lepas dari proses pembentukannya.
Sebagaimana layaknya kepulauan yang terjadi karena tumbukan
lempeng, di Provinsi Jawa Tengah terdapat busur gunung berapi
yang tumbuh pada zona lemah sehingga terdapat beberapa
gunung berapi di atasnya. Dampak dari tumbukan lempeng
tektonik adalah terjadinya pengangkatan dan pelipatan lapisan
geologi pembentuk pulau sehingga membentuk geomorfologi
yang bervariasi seperti dataran landai, perbukitan dan dataran
tinggi. Kondisi geologi yang demikian menjadikan Provinsi Jawa
Tengah mempunyai potensi ancaman bencana alam. Gempa
bumi di Klaten, tsunami di pantai selatan Jawa, erupsi gunung
berapi Merapi dan tanah longsor di Banjarnegara merupakan
sebagian bukti kebencanaan yang pernah terjadi di Provinsi Jawa
Tengah.Kondisi iklim tropis Provinsi Jawa Tengah yang terletak
antara 5o40'-8o30' LS dan antara 108o30'-111o30' BT menjadikan
potensi dan ancaman bencana. Dampak dari bahaya iklim
tersebut adalah banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan badai
angin. Kejadian bencana alam karena iklim dalam sepuluh tahun
terakhir diantaranya adalah banjir di Demak, Semarang, Brebes,
Cilacap, Kebumen dan Purworejo; kekeringan di Demak,
Grobogan dan Wonogiri; kebakaran lahan di lereng Lawu,
Merbabu, Merapi, Sumbing dan Slamet; terjadi pula badai angin
terjadi di Kabupaten Karanganyar, Boyolali, Klaten dan bagian
selatan Provinsi Jawa Tengah.
Kesenjangan antar wilayah, antar kelompok masyarakat
dan perbedaan sosial ekonomi di beberapa daerah di Jawa
Tengah dapat menimbulkan konflik sosial. Kesenjangan ekonomi
dan beragamnya golongan menjadikan potensi kerusuhan sosial
semakin nyata. Beberapa daerah yang dilaporkan pernah terjadi
konflik sosial di antaranya Jepara, Brebes, Tegal dan Wonosobo
disamping ancaman nyata di eks Karesidenan Surakarta.
Sebagai daerah terbuka, daerah penghubung utama antar
provinsi di Sumatera–Jawa dan Bali sampai Nusa Tenggara,
maka Provinsi Jawa Tengah sangat potensi terjadi berbagai
Kejadian Luar Biasa (KLB), wabah dan epidemi penyakit menular
baik pada hewan dan atau manusia yang mengakibatkan
kerugian dan atau permasalahan sosial lainnya. Hampir semua
Kabupaten/Kota dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir pernah
mengalami kasus–kasus KLB, wabah dan atau epidemi penyakit;
seperti diare, campak, malaria, HIV/AIDS termasuk KLB Avian
Influenza atau Flu Burung.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan seperti
pencemaran air, tanah, udara dan terjadinya abrasi-sedimentasi
merupakan indikasi penurunan kualitas lingkungan di beberapa
Kabupaten/Kota seperti Karanganyar, Surakarta, Tegal,
Pemalang, Pekalongan, Rembang dan Cilacap. Sebagai jalur
penghubung utama transportasi, maka kegagalan teknologi dan ulah beberapa anggota masyarakat yang tidak bertanggungjawab
dapat mengakibatkan kecelakaan lalulintas dan kecelakaan kerja.
Hal ini merupakan salah satu potensi ancaman bahaya yang
harus diperhitungkan pada masa yang akan datang.
Berbagai kejadian bencana di Provinsi Jawa Tengah
menunjukkan bahwa daerah ini merupakan wilayah yang
mempunyai potensi ancaman bencana. Pada hakekatnya semua
jenis bencana, baik yang disebabkan oleh alam, non alam dan
bencana sosial selalu berpotensi mengancam kehidupan seperti
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis bagi masyarakat. Mengingat
kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis Provinsi
Jawa Tengah, maka diperlukan suatu upaya yang menyeluruh
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik ketika
bencana itu sedang terjadi, sudah terjadi maupun bencana yang
berpotensi terjadi dimasa yang akan datang. Hal tersebut
merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam
melindungi segenap warga dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk
perlindungan atas korban bencana, kesemuanya itu dilakukan
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang
berlandaskan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penanganan bencana pada saat ini cenderung kurang
efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
paradigma penanganan bencana yang bersifat parsial, sektoral
dan kurang terpadu, disamping itu masih memusatkan tanggapan
pada upaya pemerintah, sebatas pemberian bantuan fisik dan
dilakukan hanya pada fase kedaruratan. Pada bagian lain,
perubahan pada sistem pemerintahan serta semakin terlibatnya
organisasi non pemerintah dalam kegiatan kemasyarakatan
memerlukan perubahan mendasar pada sistem penanganan
bencana.


sumber :http://bencana.net/files/RAD-PRB-Prov-Jateng07_Bab-I.pdf

KEMISKINAN

Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

1. Gambaran kekurangan materi
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai

Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

1. penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.
2. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga.
3. penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar.




Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan

DISTRIBUSI

Yang dimaksud dengan distribusi adalah kegiatan penyaluran hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia. Pihak yang melakukan kegiatan distribusi disebut sebagai distributor.
Contoh dari kegiatan distribusi adalah penyaluran hasil panen petani ke kota-kota.
Sistem Distribusi
Sistem distribusi bertujuan agar benda-benda hasil produksi sampai kepada konsumen dengan lancar, tetapi harus memperhatikan kondisi produsen dan sarana yang tersedia dalam masyarakat, dimana sistem distribusi yang baik akan sangat mendukung kegiatan produksi dan konsumsi.

1. Distribusi langsung, dimana produsen menyalurkan hasil produksinya langsung kepada konsumen.

2. Distribusi semi langsung, dimana penyaluran barang hasil produksi dari produsen ke konsumen melalui badan perantara (toko) milik produsen itu sendiri.

3. Distribusi tidak langsung. Pada sistem ini produsen tidak langsung menjual hasil produksinya, baik berupa benda ataupun jasa kepada pemakai melainkan melalui perantara.

Fungsi distribusi dilakukan oleh badan usaha atau perorangan sejak pengumpulan barang dengan jalan membelinya dari produsen untuk disalurkan ke konsumen, berdasarkan hal tersebut maka fungsi distribusi terbagi atas:

1. Fungsi pertukaran, dimana kegiatan pemasaran atau jual beli barang atau jasa yang meliputi pembelian, penjualan, dan pengambilan resiko (untuk mengatasi resiko bisa dilakukan dengan menciptakan situasi dan kondisi pergudangan yang baik, mengasuransikan barang dagangan yang akan dan sedang dilakukan).

2. Fungsi penyediaan fisik, berkaitan dengan menyediakan barang dagangan dalam jumlah yang tepat mencakup masalah pengumpulan, penyimpanan, pemilahan, dan pengangkutan.

Sumber : http://devoav1997.webnode.com/news/pengertian-distribusi-dan-fungsi-distribusi/

PENDAPATAN NASIONAL INDONESIA

Pendapatan Nasional Indonesia
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun.
Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional:

1. Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.

2. Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.

3. Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.

4. Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.

5. Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu,

6. Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan_nasional

STRUKTUR PRODUKSI

Analisis Struktur Produksi, Konsumsi dan Perdagangan Beras di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Salah satu wilayah di luar Jawa yang secara agroklimat kurang mendukung pengembangan padi dalam skala besar adalah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Laju pertumbuhan produksi baik melalui pertambahan luas tanamlpanen maupun peningkatan produktivitas padi, belum mampu mengimbangi laju pertumbuhan permintaan beras yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: faktor-faktor apakah yang mempengaruhi struktur produksi, konsumsi maupun perdagangan beras di propinsi Nusa Tenggara Timur? Selanjutnya pertanyaan ini dikembangkan untuk melihat kebijakan apakah yang dapat ditempuh guna menjamin ketersediaan pangan beras bagi masyarakat NTT, dengan mempertimbangkan kesejahteraan produsen dan konsumen? Tujuan dari penelitian adalah untuk:

(1) mendeskripsikan pusat- pusat pertumbuhan produksi padi di NTT berdasarkan kondisi geografis, sosial ekonomi, penggunaan lahan, sistem produksi, pola konsumsi dan perdagangan beras,
(2) menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi struktur produksi, konsumsi, dan perdagangan beras di propinsi NTT, dan
(3) menganalisis dampak alternatif kebijakan pemerintah terhadap produksi, konsumsi, dan perdagangan beras, serta kesejahteraan produsen dan konsumen.

Sumber : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/10757

INVESTASI

Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.” Dewasa ini banyak negara-negara yang melakukan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan investasi baik domestik ataupun modal asing. Hal ini dilakukan oleh pemerintah sebab kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan ekonomi suatu negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa.
Suatu proyek investasi umumnya memerlukan dana yang besar dan akan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu dilakukan perencanaan investasi yang lebih teliti agar tidak terlanjur menanamkan investasi pada proyek yang tidak menguntungkan.
Berdasarkan (www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/2003/021/eur1.html)menyatakan bahwa alasan melakukan investasi adalah sebagai berikut:

a. Produktivitas seseorang yang terus mengalami penurunan.
b. Tidak menentunya lingkungan perekonomian sehingga memungkinkan suatu saat penghasilan jauh lebih kecil dari pengeluaran.
c. Kebutuhan-kebutuhan yang cenderung mengalami peningkatan.

Jenis-Jenis Investasi

1. Tabungan di bank
Dengan menyimpan uang di tabungan, maka akan mendapatkan suku bunga tertentu yang besarnya mengikuti kebijakan bank bersangkutan. Produk tabungan biasanya memperbolehkan kita mengambil uang kapanpun yang kita inginkan.

2. Deposito di bank
Produk deposito hampir sama dengan produk tabungan. Bedanya, dalam deposito tidak dapat mengambil uang kapanpun yang diinginkan, kecuali apabila uang tersebut sudah menginap di bank selama jangka waktu tertentu (tersedia pilihan antara satu, tiga, enam, dua belas, sampai dua puluh empat bulan, tetapi ada juga yang harian). Suku bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada suku bunga tabungan.

3. Saham
Saham adalah kepemilikan atas sebuah perusahaan tersebut. Dengan membeli saham, berarti membeli sebagian perusahaan tersebut. Apabila perusahaan tersebut mengalami keuntungan, maka pemegang saham biasanya akan mendapatkan sebagian keuntungan yang disebut deviden. Saham juga bisa dijual kepada pihak lain, baik dengan harga yang lebih tinggi yang selisih harganya disebut capital gain maupun lebih rendah daripada kita membelinya yang selisih harganya disebut capital loss. Jadi, keuntungan yang bisa didapat dari saham ada dua yaitu deviden dan capital gain.

Sumber : http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/investasi-pengertian-dasar-jenis-dan.html

Jumat, 25 Maret 2011

INFO PENTING !

Ketika anda masuk ke toilet umum, kamar hotel, fitting room, resto, salon, spa, dll kebanyakan dr anda yakin bahwa cermin yg menggantung di dinding kelihatannya seperti cermin biasa.
Tp sesungguhnya apa itu memang benar" cermin BIASA atau itu cermin 2 ARAH (orang di belakang cermin itu bs melihat anda, dan anda tdk dpt melihat mereka)

Lakukan test sederhana or test kuku jari..
Caranya, letakkan ujung kuku anda diatas permukaan cermin:

Jika ADA jarak (gap) antara kuku dan bayangan kuku anda di cermin bisa dikatakan itu adalah cermin BIASA.. Aman

Jika TIDAK ada jarak (gap), artinya anda langsung menyentuh bayangan kuku anda di cermin, itu adalah cermin 2 ARAH.. Tinggalkan ruangan itu!!

Ini adalah cara sederhana tp efektif, anda bisa menyelamatkan diri, anak gadis anda, teman wanita anda dr "perkosaan virtual"

Sumber: kaskus.us

Sabtu, 19 Maret 2011

Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia

Kualitas sumber daya manusia Indonesia saat ini semakin terpuruk dan tidak seperti yang kita harapkan.. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia saat ini masih menjadi persoalan utama dalam bidang pendidikan di Indonesia. Peningkatan kualitas SDM Indonesia sangat bergantung pada kebijkan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Tingginya angka buta huruf masyarakat Indonesia disebabkan dari faktor kemiskinan yang semakin meningkat di negara kita Indonesia. Kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya pendidikan menjadikan mesyarakat miskin tidak lagi mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya karena keterbatasan dana.

Banyak anak Indonesia yang putus sekolah dan tidak lagi mengenyam bangku pendidikan akibatnya mereka menjadi anak jalanan yang tidak memiliki kecerdasan intelektual. Tidak hanya dari faktor keterbatasan dana, minimnya pendidikan juga disebabkan karena ketidakseimbangannya jumlah murid dengan sarana pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang pendidikan, seperti :

* Menambah jumlah sekolah dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi
* Menambah jumlah guru (tenaga pendidik)
* Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun
* Membangun Perpustakaan & laboratorium sebagai penunjang di sekolah
* Memberikan beasiswa bagi pelajar berprestasi bagi keluarga yang kurang mampu
* Meningkatkan kualitas tenaga para pendidik (guru/dosen) dengan penataran & pelatihan, dll

Tidak hanya dalam bidang pendidikan yang menyebabkan rendahnya kualitas SDM Indonesia, rendahnya tingkat kesehatan masyarakat Indonesia juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya SDM yang kita miliki. Banyak lingkungan yang kurang sehat, banyaknya penyakit menular yang sering berjangkit, gejala kurang gizi yang dialami penduduk, tingginya angka kematian bayi, dll.

Bagaimana sumber daya manusia Indonesia bisa meningkat jika kesehatan dirinya sendiri bukan menjadi suatu hal yang diutamakan. Jika kesehatan tidak mendukung bagaimana bisa tercipta manusia yang cerdas. Pemerintah juga telah menggalakan program-program untuk meningkatkan tingkat kesehata masyarakat :

* Program perbaikan gizi
* Pencegahan & pemberantasan penyakit menular
* Pembangunan puskesmas dan rumah sakit khususnya berobat gratis bagi keluarga yang tidak mampu
* Pemberian penyuluhan kesehatan kepada masyarakat
* Perbaikan lingkungan hidup dengan cara mengubah perilaku masyarakat dengan mementingkan kesehatan serta melengkapi sarana & prasarana kesehatan.
* Penyediaan air bersih
* Pembentukan posyandu, dll.

Berbagai upaya diatas telah diprogramkan oleh pemerintah guna meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Akibat yang akan ditimbulkan dari rendahnya kualitas SDM Indonesia, yaitu meningkatnya jumlah pengangguran karena tidak memiliki keterampilan yang di dukung kecerdasan yang banyak dibutuhkan dalam dunia kerja saat ini. Semakin meningkatnya pengaruh globalisasi, jika masyarakat kita tetap dibiarkan dengan kualitas SDM yang rendah maka negeri ini akan semakin tertinggal dan terpuruk karena para penerus bangsanya tidak memiliki kualitas diri yang baik untuk memimpin bangsa ini di masa depan.